Saat Semuanya Bergulir Semaunya
Hidup adalah sesuatu yang sangat absurd untuk
digambarkan. Begitulah menurut Maggie Tjiojakin. Aku salah satu orang yang
menganut kepercayaan yang sama dengannya. Setelah melewati banyak hal yang
tidak kuduga-duga dalam hidup. Termasuk kehilangan orang yang sampai saat ini
menjadi penyesalan tersendiri untukku.
Sedang
waktu menjelma menjadi pelari yang tidak tahu kapan harus berhenti. Tidak
pernah beristirahat, hanya mengambil napas panjang sesekali. Sudah tiga bulan
aku lulus dan diberi gelar sarjana seperti seharusnya. Saat ini, hidup yang
sesungguhnya benar-benar dimulai. Kata orang, hidup sebenar-benarnya adalah
ketika kita lulus pendidikan dan diberikan banyak pilihan untuk melakukan
apapun.
Aku
teringat tentang salah satu teman masa kecilku. Dia nampak bahagia dengan
keluarga kecilnya. Dengan kedua anak lelakinya yang sudah pandai berlari dan
bermain bersama. Dengan suami yang kulihat dari potretnya, amat menyayangi
keluarganya. Tentu saja. Teman masa kecilku, yang mengajarkanku berenang ketika
rumahnya kebanjiran, memang telah memilih nasibnya untuk menikah muda.
Menurutnya, menjadi seorang istri juga merupakan suatu rejeki. Rejeki tidak
hanya diukur dari tingginya tingkat pendidikan. Tapi lebih kepada bagaimana
mengimplementasikannya.
Cerita
berbeda kudapatkan dari salah satu temanku yang melanjutkan pendidikannya dan
berhenti ketika salah seorang polisi melamarnya. Saat ini, ia sudah memiliki
anak lelaki yang tumbuh sehat dan selalu tersenyum manis ketika difoto.
Aku
kadang berpikir, bahwa kenapa waktu bergerak begitu cepat. Tanpa sempat dikendalikan
oleh manusia. Seandainya bisa, aku bercita-cita mengendalikannya dengan baik.
Kembali ke beberapa waktu yang lalu, mencegah agar tidak merusak semuanya.
Namun sayang, manusia sepertiku tidak bisa secanggih itu.
Sudah
kuhabiskan waktuku untuk fokus membereskan masa depanku yang masih nampak
berantakan dan entah akan ke mana. Aku melakukannya tentu saja, setelah
berusaha mencari pekerjaan. Interview sana sini sudah kulakukan dan terhenti
ketika membicarakan job desk dan salary. Barangkali ini dikarenakan ketakutan
pribadiku tidak bisa mengerjakan apa yang perusahaan minta. Barangkali ini
dikarenakan niatku dari dulu untuk lanjut harus kugadai karena skor TOEFL yang
belum mencukupi.
Namun
ketika ada kesempatan, aku mencobanya. Aku akhirnya berangkat ke Jogja dengan
tujuan untuk mengikuti tes masuk Pascasarjana di sana. Dengan segala
ketergesa-gesaan, semua selesai sesuai target. Sekarang tinggal mengencangkan
do’a dan berharap kabar baik di bulan Juli nanti menghampiri.
Saat
perjalanan Makassar ke Jogja, aku menemukan banyak sekali rupa-rupa orang.
Tidak kutahu watak mereka seperti apa saat belum kuajak berbicara. Setelah tes,
aku memilih mengasingkan diri ke Jakarta. Aneh, karena yang kupilih adalah kota
yang ramai. Ya, tentu saja. Lagi lagi hidup adalah pilihan. Aku memilih ke sana
karena kekurangan tidur setelah mengikuti tes dan aku butuh bertemu orang-orang
baru. Kepalaku selalu ramai dengan wajah yang itu-itu saja. Membosankan dan
mengganggu. Tapi apa dayaku. Ternyata perjalanan jauh belum mampu menghilangkan
wajah itu dari dalam kepala. Padahal aku pelupa yang handal. Namun untuk yang
satu itu, namanya jauh dari kata lupa. Mungkin karena banyak sekali yang
kuhabisan dengannya. Mungkin karena perasaan yang masih setengah-setengah
mengikhlaskan apa yang dia putuskan. Mungkin karena rasa bersalah yang tidak
akan tertebus sampai kapanpun.
Meskipun aku tidak tahu akan
berakhir seperti apa, tapi seperti teman-temanku yang lain. Aku akhirnya
memilih. Menetapkannya dalam kepala. Dan membiarkannya membatu di sana.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Pengikut
Entri Populer
-
Apa yang kalian rasakan ketika jatuh cinta pada orang yang tak akan pernah tahu kalau ia sedang dijatuhcintai? Sakit? Pedih? Mungkin seperti...
-
Selamat pagi, Mei. Semoga hadirmu kian mempertegas banyak hubungan di luar sana. Termasuk yang satu ini. ...
-
Selamat memasuki bulan kemarau! Aku harus menuliskan itu sebagai pengingat bahwa saat ini memang sedang musim k...
-
Aku tidak tahu apa-apa, atau maksudku aku hampir tidak tahu apa-apa tentang orang yang mengaku sangat mencintaiku itu. Semalam ada...
-
Lama sekali rasanya baru bisa kembali menulis di sini. Kalau blog ini adalah rumah, dia pasti sudah berjaring laba-laba dan berbau debu....
-
Makassar; abu-abu bulat putih. 8 Februari 2015. Untuk kakak yang berurusan dengan kapal tapi mencintai sastra. Selamat pagi dari hello 64...
-
Berbicara tentang Sengkang, berbicara tentang rumah tempat pulang. Ada begitu banyak tempat untuk singgah setelah melalui ban...
-
Belajar dari kepergian yang kemarin, semoga tuan muda dalam tulisan ini berkenan untuk tetap tinggal. Bersamaku. Apapun yang terjadi. Sel...
0 komentar:
Posting Komentar