Perihal Menjadi Pacar Dan Sesuatu yang Mulai Hambar


            Selamat pagi, Mei.
Semoga hadirmu kian mempertegas banyak hubungan di luar sana.
            Termasuk yang satu ini.
            Ada banyak hal yang menarik untuk kutulis pagi ini setelah menghabiskan malam dan bertengkar hebat dengan seseorang dari masa lalu yang kembali datang dengan embel-embel masa depan. Sesuatu yang tidak jelas dan berbentuk abstrak atau sedikit abu-abu coba dia berikan titik terang yang sayangnya tidak mau kuterima. Lingkungan sosial memang turut menjadi penggagas paling baik untuk seseorang sepertiku kembali berpikir ulang untuk apa yang selama ini sudah kami perbuat.
Mencintaimu dan mencintaiku adalah sepasang kata yang dengannya, seseorang gemar sekali mengikat suatu hubungan. Ada yang serta merta saat itu juga, ada yang menunggu waktu atau dengan sedikit bumbu-bumbu klasik, mencari tanggal bagus. Aku tidak tahu, kalian mau setuju dengan apa yang kutulis atau tidak. Sejujurnya aku tidak peduli. Aku sudah muak membukakan terlalu lebar telinga untuk omong kosong di luar sana. Namun kemarin, selingan bisik-bisik dari sahabatku kembali membongkar semuanya. Tiba-tiba saja, aku berpikir dengan sangat buntu. Iya juga, selama ini kami bersama namun belum menjadi apa-apa hanya karena dia mencari tanggal yang menurutnya cantik. Sedikit menjijikkan, mengingat kami bukan lagi anak abg tahun kemarin yang harus selalu merayakan hari jadi hubungan tiap hari, bulan, dan tahun. Kami kepala dua dan dituntut oleh diri sendiri untuk memikirkan hal-hal ke depan.
Aku ingat sewaktu kecil senang sekali bermain layangan. Layangannya melayang di udara. Aku menarik-narik talinya di atas tanah. Namun tiba-tiba benangnya putus, barangkali karena terlalu tipis atau karena sudah bosan menunggu sesuatu yang melayang tak jelas arah kapan turunnya atau karena aku yang lupa mengikatnya terlebih dahulu. Aku tidak tahu. Maksudku waktu seumuran itu, aku tidak tahu alasannya putus karena apa. Baru setelah menginjak umur dua puluh, aku mulai kembali mengingat itu setelah sesuatu terjadi padaku. Menjalani sesuatu yang tidak tahu harus disebut apa adalah hal yang paling membosankan menurutku. Awalnya memang menarik. Ketahuilah, aku juga sosok perempuan yang senang bertemu dan melalukan sesuatu yang baru. Termasuk itu. Namun kupikir semakin ke sini semakin aku tidak mengerti arah sesuatu itu akan dibawa kemana. Kuakui, baiklah. Dalam  tulisan ini, terkhusus hanya di sini; aku memang sebuah produk dari Tuhan yang gemar sekali bosan dan melompat-lompat ke satu orang menuju orang yang lain ketika aku tidak menemukan alasan nyata mengapa harus tinggal. Atau karena tidak ada lagi yang mengharuskan aku tinggal. Atau karena pegangan seseorang mulai melonggar dan memberikanku sedikit celah dimana aku bisa bebas.

Aku tidak pernah memaksakan seseorang untuk terlalu cepat menyatakan kata-kata mutiara, khas kata-kata orang yang mau memiliki. Tidak. Semua orang punya caranya sendiri-sendiri. Aku mengerti. Tapi satu hal yang harus diwaspadai ketika menemukan orang yang mirip aku, kuncinya hanya satu. Jangan terlalu lama, sayangku. Sebab kau akan merasa jadi orang yang dipecundangi ketika seseorang yang kau pikir tabah dan baik-baik saja, pergi dengan alasan bosan karena tidak pernah diberi alasan untuk tetap tinggal; selain kalimat standar “Karena kita saling sayang”.

2 komentar:

HandKun mengatakan...

apik apik apik

Anonim mengatakan...

Karena Kita Saling Sayang. Dulu.

Posting Komentar

Pengikut

Entri Populer

Total Tayangan Halaman