Sebab Kamu.

Makassar, mendung; 7 Februari 2015.


Selamat pagi, kamu yang masih sibuk jadi  misteri.
Semoga tetap tegar dalam keadaanmu yang pura-pura kau anggap baik.

Bagaimana kabar hatimu yang masih mencintai dia?
Tidak inginkah kau menanyakan hatiku yang masih ada kamu di situ?
Barangkali kau rasa tidak perlu, tak apalah. Aku dan hatiku memang dua teman baik yang kuat. Setidaknya berusaha saling menguatkan ketika salah satu dari kami ingin menyerah.
Aku sendiri tidak pernah tahu, mengapa Tuhan menggagalkanku menemukan kebahagiaan di semua tempat. Menurut saran Mayang, aku sebaiknya "mencuri" saja. Sedikit. Dan itu, kamu.
Sungguh celaka ketika Tuhan tahu. Namun aku tak masalah. Aku akan menanggungnya sendiri. Betapa beruntungnya kita memiliki Tuhan yang berbeda. Kau tahu, itu perlu sekali kusyukuri. Sesekali. Tapi tidak berkali-kali.

Aku tidak mengerti harus bagaimana lagi. Melalui cara apa lagi untuk membunuhmu. Padahal, dahulu ketika pulang ke kampung, ku pikir kau sudah lama mati dalam hati. Tetapi tidak. Kau tetap ada di jiwa. Hidup melayang dan mengorek sedikit saja dengan kenangan-kenangan konyol yang pernah kuciptakan sendiri. Sungguh, rasa pura-puraku untuk melupakanmu gagal sudah, ketika ku tatap wajahmu yang memucat beberapa hari yang lalu. Ketika kau tersenyum dan berlalu. Menggetarkan tangan untuk tidak menanyakan kabarmu. Hingga begadang semalam suntuk, berbicara apa saja yang membuatmu selalu membalas singkat pesanku. Membuatku kembali tenggelam dalam kolam saat aku sudah pandai berenang dengan baik.

Ketika kau membaca ini, aku harap kau akan sadar.
Terbangun dan menemukan beberapa pesanku yang belum kau baca.
Balaslah.
Kau tak pernah sadar itu teramat berarti untuk seseorang yang sedang mencintai sendiri, sepertiku.

bipiar.

0 komentar:

Posting Komentar

Pengikut

Entri Populer

Total Tayangan Halaman